Minggu, 10 Desember 2017

Keraton Yogyakarta, Istana Sekaligus Objek Wisata.


Pergi ke Jogja, rasanya belum lengkap kalau belum mengunjungi Keraton Yogyakarta. Pada postingan ini saya akan membagikan pengalaman saya sewaktu mengunjungi Keraton Yogyakarta.

Pada mulanya, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah kesultanan yang bernama Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keraton Yogyakarta menjadi tempat untuk sultan dan keluarganya dalam menjalankan roda pemerintahan. Meskipun Kesultanan Yogyakarta kini sudah menjadi bagian dari NKRI, Keraton Yogyakarta masih aktif digunakan, khususnya dalam mengenalkan dan melestarikan budaya dan tradisi Jawa.

Pintu Gerbang Donopratopo
Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 menjadi cikal bakal berdirinya Keraton Yogyakarta, yaitu ketika Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua menjadi Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kemudian pada tanggal 9 Oktober 1955, Keraton Yogyakarta mulai dibangun dan selesai dibangun setahun kemudian. Pendirinya adalah Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar sebagai Sultan Hamengkubuwana I. 

Ada dua pintu masuk ke dalam Keraton Yogyakarta, pintu yang pertama letaknya ada di Tepas Keprajuritan yang berada persis di depan alun-alun utara (tempat digelarnya pasar malam Sekaten), dan pintu yang kedua adalah Tepas Pariwisata. Apabila ingin melihat lingkungan keraton dan koleksinya, silakan masuk melalui pintu dua (Tepas Pariwisata). 

Kompleks keraton ini bernama Siti Hinggil Ler atau Balaiurung Utara, di tempat ini biasanya upacara resmi kerajaan dilaksanakan. Saya juga baru mengetahui, bahwa di tempat ini, kampus saya tercinta , UGM diresmikan. 

Siti Hinggil Ler atau Balairung Utara.

Karena hanya ada balairung saja, saya memutuskan untuk menuju ke Kompleks Kedhaton dengan berjalan kaki. Kompleks ini adalah bagian inti dari keseluruhan keraton, masuknya melalui pintu yang ada di Jalan Rotowijayan. Di kompleks keraton ini, terdapat banyak koleksi milik Keraton Yogyakarta seperti kain batik, baju yang pernah dipakai oleh sultan, lukisan, dan masih banyak lagi. Di tempat ini juga wisatawan bisa bertemu dengan banyak abdi dalem.

Ketika saya akan memasuki Kompleks Kedhaton, saya langsung disambut dengan pertunjukan Karawitan di sebuah bangsal yang bernama Sri Manganti. Pertunjukan tersebut memang sengaja dilaksanakan untuk menghibur wisatawan yang berkunjung. Pertunjukan dilaksanakan setiap hari dengan jadwal yang berbeda, pukul 10.00 WIB pada hari Senin sampai Kamis, pukul 09.00 WIB pada hari Jumat, dan 09.30 WIB pada hari Sabtu dan Minggu.

 pertunjukan Karawitan di Bangsal Sri Manganti

pertunjukan Karawitan di Bangsal Sri Manganti

Selesai menyaksikan pertunjukan Karawitan, saya berjalan memasuki area inti di Keraton Yogyakarta. Di area inilah koleksi-koleksi Keraton Yogyakarta dipamerkan.

Museum Batik

Di Museum Batik Keraton Yogyakarta, wisatawan tidak boleh memotret koleksi yang ada di dalam. I don't know why. Jadi, saya hanya memotret bagian luar ruangan. 

 koleksi di Museum Kristal

Museum Kristal merupakan tempat untuk menyimpan koleksi Kristal Milik Keraton. Sepertinya pada zaman dahulu, kristal-kristal tersebut pemberian dari negara lain dan atau memang dibeli oleh Keraton Yogyakarta.

 patung Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Di kompleks ini terdapat Museum Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Museum tersebut berisi barang-barang peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, seperti lencana kehormatan, pakaian, meja dan kursi, dll.

 Prangko 1500 bergambar Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Lord-Baden Powell

lencana dan buku milik Sri Sultan Hamengku Buwono IX

Masih di Museum Sri Sultan Hamengku Buwono IX, di ruangan yang terpisah, desain di ruangan ini sangat berbeda dengan ruangan koleksi lainnya, yaitu dindingnya terbuat dari kaca dan warna yang menghiasi ornamen dominan dengan warna merah, emas, dan hitam. 

 pintu masuk Museum Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang terbuka lebar

ornamen langit-langit pada Museum Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Di dalam museum ini terdapat barang-barang peninggalan Sri Sultan HB IX. Salah satunya adalah satu set meja kursi yang pernah digunakan oleh Sri Sultan HB IX dan Soeharto, ketika merencanakan Serangan Umum 1 Maret 1949. 

satu set meja dan kursi yang digunakan oleh Sri Sultan HB IX dan Soeharto, ketika merencanakan Serangan Umum 1 Maret 1949.

bertemu dengan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta

Tentang abdi dalem, saya sangat-sangat kagum dengan mereka. Sebab menjadi abdi dalem adalah tentang panggilan jiwa, mereka dengan  ikhlas mengabdikan diri untuk melayani Sultan. Untuk menjadi abdi dalem, syaratnya adalah harus benar-benar ikhlas dan harus bisa duduk di bawah sambil bersila. Makna dari duduk di bawah sambil bersila adalah bahwa sebagai manusia kita harus senantiasa bersikap rendah hati dan tidak sombong. 

Tidak seperti atraksi wisata pada umumnya, Keraton Yogyakarta tidak buka sepanjang waktu. Keraton buka pada pukul 09.00 WIB dan tutup pukul 14.00 WIB, kecuali pada hari Jumat tutup pukul 13.00 WIB. Harga tiket masuknya sebesar Rp7.000,- dan tambahan Rp2.000,- untuk kamera yang dibawa. Aksesnya sangat mudah dijangkau, baik dengan trasportasi publik atau konvensional, seperti ojek online

So, silakan berkunjung ke Keraton Yogyakarta bila ingin melihat Yogyakarta sewaktu masih menjadi kesultanan, melihat barang peninggalan sultan, melihat pertunjukan seni, atau bahkan mengobrol bersama abdi dalem. Saya menyarankan untuk ditemani oleh pemandu resmi Keraton Yogyakarta, agar tidak boring ketika melihat-lihat lingkungan dan koleksi keraton, dan juga agar wawasan kita bertambah. 


Selamat berjalan-jalan ria, semoga tulisan ini bisa menjadi referensi ketika akan berlibur ke Yogyakarta. :D


See you on my next experiences! :D
by Bilqis (Feature)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar