Senin, 11 Desember 2017

Menyambut Pagi di Pinus Asri

Desember 11, 2017
Melarikan diri dari rutinitas sehari-hari, wisata alam adalah tempat yang sangat cocok untuk merelaksasikan diri. Keindahan alam karya indah Tuhan, bisa membuat pikiran segar kembali dan batin tenang. Yogyakarta tidak hanya menawarkan wisata budayanya saja tapi juga wisata alam yang tak kalah menarik untuk dikunjungi, yaitu Pinus Asri. 

Gardu Pandang Hutan Pinus Asri

Lokasinya terletak di Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Saya berangkat dari rumah menuju Hutan Pinus Asri setelah usai salat Subuh, tujuan saya adalah untuk melihat sunrise dan menikmati pemandangan alam serta suasana hutan. Hutan Pinus Asri bagaikan panggung alam, kita dapat melihat secara langsung dari Gardu Pandang pemandangan alam yang sangat-sangat indah! 

pemandangan alam dari Gardu Pandang

Bila ingin mengunjungi Hutan Pinus Asri, saya menyarankan untuk datang pada pagi buta untuk melihat sunrise atau pada sore hari untuk melihat sunset, karena pemandangannya akan sangat cantik. Jangan lupa untuk membawa jaket ketika datang untuk melihat sunrise karena di sini saat pagi hari udaranya sangat dingin.
Sebelum mencapai Gardu Pandang, terlebih dahulu kita harus melewati pepohonan pinus dan beberapa tempat untuk befoto. 

 pintu masuk wisata alam Pinus Asri

jalan menuju Gardu Pandang

ibu saya, berfoto di salah satu tempat foto yang sengaja dibuat oleh pengelola Hutan Pinus Asri

Hutan Pinus Asri sangat cocok untuk para muda-mudi, khususnya bagi mereka yang menyukai alam dan fotografi alam. Meskipun ini adalah hutan tetapi amenitasnya cukup lengkap, lho. Di sana ada gazebo, warung makan, tempat sampah, musala, wese umum, dan lahan parkir yang cukup luas. 

Saya tidak menyarankan berkunjung ke sini pada musim hujan karena jalanan akan jadi sangat licin dan becek. Akses untuk menuju ke Hutan Pinus Asri memang tidak terjangkau oleh transportasi publik karena jalannya yang berliku-liku tajam dan menanjak. Untuk sampai ke Hutan Pinus Asri dapat menaiki kendaraan pribadi atau menyewa kendaraan. 

Hutan Pinus Asri buka setiap hari mulai pukul 06.00 - 17.30 WIB. Untuk masuk ke Hutan Pinus Asri tidak dikenakan biaya alias gratis, wisatawan hanya membayar biaya parkir, dan harganya tergantung kendaraan yang digunakan. Untuk sepeda motor dikenakan tarif Rp3.000,- dan mobil Rp10.000,-

Yuk, kita main dengan alam dan menyatu bersamanya. :)


See you on my next experiences! :D
by Bilqis (Feature)

Mengunjungi Candi Tertinggi di Yogyakarta

Desember 11, 2017
Apa yang terlintas di benak, ketika mendengar nama Candi Ijo? Apakah candinya berwarna hijau? Di mana lokasinya? Mengapa saya baru mendengar namanya?

Ya, kali ini saya berkunjung ke Candi Ijo, dan menuliskan pengalaman saya di sini. Silakan dibaca untuk mengetahui lebih dalam tentang Candi Ijo :D

bagian depan Candi Ijo

Candi Ijo merupakan candi Hindu yang diperkirakan dibangun antara abad ke-10 sampai dengan abad ke-11 pada masa kerajaan Medang. Bukti yang memperkuat Candi Ijo sebagai candi Hindu adalah terdapat Lingga Yoni yang berada di dalam candi, yaitu lambang kesuburuan pria dan wanita.

Lingga Yoni di dalam Candi Ijo 
sumber: http://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/pemandangan-candi-ijo-4_20150519_174718.jpg

Lingga adalah lambang untuk pria dan Yoni adalah lambang untuk wanita. Hubungannya dengan candi adalah dengan adanya pembangunan candi, manusia mengharapkan di daerah sekitar candi  berdiri, wilayahnya menjadi subur.

Karena letaknya berada di atas bukit yang bernama Gumuk Ijo, oleh karena itu candi ini dinamai dengan nama Candi Ijo. Selain itu, nama Ijo juga ditemukan pada prasasti Poh yang berangka 906 Masehi. Penggalan pada prasasti tersebut adalah, "anak wanua i wuang hijo." berbahasa Jawa Kuna yang artinya, "anak desa, orang Ijo." 

Gumuk Ijo tempat Candi Ijo ini berdiri tingginya sekitar 410 meter di atas permukaan laut. Untuk melihat candi dari dekat, saya harus menaiki anak tangga, seperti di Candi Borobudur. Sesuai dengan namanya, yaitu Candi Ijo, pemandangan yang saya lihat dari atas sini benar-benar hijau :)

pintu masuk Candi Ijo

tangga untuk naik dan turun

Terdapat empat candi di Candi Ijo. Satu candi utama dan tiga candi yang ukurannya lebih kecil, posisinya persis berhadapan dengan candi utama yang menghadap ke timur. Fungsi candi yang lebih kecil diduga dibangun untuk memuja Brahma, Wisnu, dan Syiwa. Sementara itu, candi utama yang letaknya berada di belakang dan lebih tinggi dari candi kecil adalah titik sakral Candi Ijo. Titik sakral merupakan titik untuk menentukan pusat candi pada awal pembangunan, meskipun titik pusat tersebut tidak berada persis di tengah.

Di dalam candi utama terdapat Lingga Yoni dan relief yang menggambarkan orang sedang menari yang diperkirakan tarian tersebut adalah kegiatan ritual ketika membangun candi. 

 relief orang menari

Pada bagian candi utama terdapat relung-relung kosong yang sepertinya pada zaman dahulu terdapat arca yang mengisi relung ini. 

 relung pada candi utama

Akibat terlalu fokus melihat arsitektur candi, saya lupa tida memotret keseluruhan candi ini, yaitu tiga candi kecil dan candi utama dalam satu frame

candi kecil 

candi utama

Candi Ijo banyak menarik perhatian wisatawan karena letaknya yang berada di atas bukit, sehingga wisatawan dapat melihat pemandangan alam yang terbentang luas. Selain itu, Candi Ijo menjadi tempat yang cocok untuk menikmati sunset. 

Bila ingin mengunjungi Candi Ijo, kalian bisa menggunakan kendaraan pribadi atau menyewa kendaraan karena transportasi umum tidak menjangkau sampai ke wilayah ini. Harga tiket masuknya hanya Rp5.000,-. 

Ayo ajak keluarga, teman, atau kekasih ke Candi Ijo untuk menikmati indahnya candi dan pemandangan alam. So, tunggu apa lagi?

See you on my next experiences! :D
by Bilqis (Feature)


Minggu, 10 Desember 2017

Keraton Yogyakarta, Istana Sekaligus Objek Wisata.

Desember 10, 2017

Pergi ke Jogja, rasanya belum lengkap kalau belum mengunjungi Keraton Yogyakarta. Pada postingan ini saya akan membagikan pengalaman saya sewaktu mengunjungi Keraton Yogyakarta.

Pada mulanya, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah kesultanan yang bernama Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keraton Yogyakarta menjadi tempat untuk sultan dan keluarganya dalam menjalankan roda pemerintahan. Meskipun Kesultanan Yogyakarta kini sudah menjadi bagian dari NKRI, Keraton Yogyakarta masih aktif digunakan, khususnya dalam mengenalkan dan melestarikan budaya dan tradisi Jawa.

Pintu Gerbang Donopratopo
Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 menjadi cikal bakal berdirinya Keraton Yogyakarta, yaitu ketika Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua menjadi Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kemudian pada tanggal 9 Oktober 1955, Keraton Yogyakarta mulai dibangun dan selesai dibangun setahun kemudian. Pendirinya adalah Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar sebagai Sultan Hamengkubuwana I. 

Ada dua pintu masuk ke dalam Keraton Yogyakarta, pintu yang pertama letaknya ada di Tepas Keprajuritan yang berada persis di depan alun-alun utara (tempat digelarnya pasar malam Sekaten), dan pintu yang kedua adalah Tepas Pariwisata. Apabila ingin melihat lingkungan keraton dan koleksinya, silakan masuk melalui pintu dua (Tepas Pariwisata). 

Kompleks keraton ini bernama Siti Hinggil Ler atau Balaiurung Utara, di tempat ini biasanya upacara resmi kerajaan dilaksanakan. Saya juga baru mengetahui, bahwa di tempat ini, kampus saya tercinta , UGM diresmikan. 

Siti Hinggil Ler atau Balairung Utara.

Karena hanya ada balairung saja, saya memutuskan untuk menuju ke Kompleks Kedhaton dengan berjalan kaki. Kompleks ini adalah bagian inti dari keseluruhan keraton, masuknya melalui pintu yang ada di Jalan Rotowijayan. Di kompleks keraton ini, terdapat banyak koleksi milik Keraton Yogyakarta seperti kain batik, baju yang pernah dipakai oleh sultan, lukisan, dan masih banyak lagi. Di tempat ini juga wisatawan bisa bertemu dengan banyak abdi dalem.

Ketika saya akan memasuki Kompleks Kedhaton, saya langsung disambut dengan pertunjukan Karawitan di sebuah bangsal yang bernama Sri Manganti. Pertunjukan tersebut memang sengaja dilaksanakan untuk menghibur wisatawan yang berkunjung. Pertunjukan dilaksanakan setiap hari dengan jadwal yang berbeda, pukul 10.00 WIB pada hari Senin sampai Kamis, pukul 09.00 WIB pada hari Jumat, dan 09.30 WIB pada hari Sabtu dan Minggu.

 pertunjukan Karawitan di Bangsal Sri Manganti

pertunjukan Karawitan di Bangsal Sri Manganti

Selesai menyaksikan pertunjukan Karawitan, saya berjalan memasuki area inti di Keraton Yogyakarta. Di area inilah koleksi-koleksi Keraton Yogyakarta dipamerkan.

Museum Batik

Di Museum Batik Keraton Yogyakarta, wisatawan tidak boleh memotret koleksi yang ada di dalam. I don't know why. Jadi, saya hanya memotret bagian luar ruangan. 

 koleksi di Museum Kristal

Museum Kristal merupakan tempat untuk menyimpan koleksi Kristal Milik Keraton. Sepertinya pada zaman dahulu, kristal-kristal tersebut pemberian dari negara lain dan atau memang dibeli oleh Keraton Yogyakarta.

 patung Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Di kompleks ini terdapat Museum Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Museum tersebut berisi barang-barang peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, seperti lencana kehormatan, pakaian, meja dan kursi, dll.

 Prangko 1500 bergambar Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Lord-Baden Powell

lencana dan buku milik Sri Sultan Hamengku Buwono IX

Masih di Museum Sri Sultan Hamengku Buwono IX, di ruangan yang terpisah, desain di ruangan ini sangat berbeda dengan ruangan koleksi lainnya, yaitu dindingnya terbuat dari kaca dan warna yang menghiasi ornamen dominan dengan warna merah, emas, dan hitam. 

 pintu masuk Museum Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang terbuka lebar

ornamen langit-langit pada Museum Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Di dalam museum ini terdapat barang-barang peninggalan Sri Sultan HB IX. Salah satunya adalah satu set meja kursi yang pernah digunakan oleh Sri Sultan HB IX dan Soeharto, ketika merencanakan Serangan Umum 1 Maret 1949. 

satu set meja dan kursi yang digunakan oleh Sri Sultan HB IX dan Soeharto, ketika merencanakan Serangan Umum 1 Maret 1949.

bertemu dengan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta

Tentang abdi dalem, saya sangat-sangat kagum dengan mereka. Sebab menjadi abdi dalem adalah tentang panggilan jiwa, mereka dengan  ikhlas mengabdikan diri untuk melayani Sultan. Untuk menjadi abdi dalem, syaratnya adalah harus benar-benar ikhlas dan harus bisa duduk di bawah sambil bersila. Makna dari duduk di bawah sambil bersila adalah bahwa sebagai manusia kita harus senantiasa bersikap rendah hati dan tidak sombong. 

Tidak seperti atraksi wisata pada umumnya, Keraton Yogyakarta tidak buka sepanjang waktu. Keraton buka pada pukul 09.00 WIB dan tutup pukul 14.00 WIB, kecuali pada hari Jumat tutup pukul 13.00 WIB. Harga tiket masuknya sebesar Rp7.000,- dan tambahan Rp2.000,- untuk kamera yang dibawa. Aksesnya sangat mudah dijangkau, baik dengan trasportasi publik atau konvensional, seperti ojek online

So, silakan berkunjung ke Keraton Yogyakarta bila ingin melihat Yogyakarta sewaktu masih menjadi kesultanan, melihat barang peninggalan sultan, melihat pertunjukan seni, atau bahkan mengobrol bersama abdi dalem. Saya menyarankan untuk ditemani oleh pemandu resmi Keraton Yogyakarta, agar tidak boring ketika melihat-lihat lingkungan dan koleksi keraton, dan juga agar wawasan kita bertambah. 


Selamat berjalan-jalan ria, semoga tulisan ini bisa menjadi referensi ketika akan berlibur ke Yogyakarta. :D


See you on my next experiences! :D
by Bilqis (Feature)

Sabtu, 09 Desember 2017

Lawang Sewu, Kantor Megah Peninggalan Belanda.

Desember 09, 2017
Gedung Utama Lawang Sewu

Jalan-jalan kali ini saya mengunjungi bekas bangunan kantor pada era kolonialisme Belanda, yaitu Lawang Sewu. Gedung ini dibuat pada tahun 1904 dan selesai dibangun tiga tahun kemudian. Nama kantornya adalah Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij, artinya apa, tuh? Nederlands-Indische yang berarti Hindia Belanda, Spoorweg artinya kereta api, dan Maatschappij artinya perusahaan. Jadi, kalau diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda.

Karena namanya yang panjang dan sulit dilafalkan oleh orang Indonesia, akhirnya kantor tersebut disingkat menjadi NIS. Lokasi kantor NIS ini ada di Kota Semarang, posisinya berhadapan langsung dengan Taman Wihelmina tapi sekarang sudah berubah menjadi monumen Tugu Muda.

Kantor NIS mulai dikenal dengan nama Lawang Sewu karena gedung tersebut memiliki banyak pintu. Nama Lawang Sewu sendiri berasal dari bahasa Jawa yang artinya seribu pintu. Meskipun sebenarnya pintu yang ada di Lawang Sewu, bahkan tidak mencapai seribu. 

Banyaknya pintu dan jendela di Lawang Sewu bukan tanpa sebab, lho. Tujuannya adalah supaya sirkulasi udara lancar, bisa dibayangkan gedung sebesar ini tidak memiliki ventilasi udara, bisa dipastikan udara di gedung tersebut akan sangat panas dan pengap. Oiya, perlu kalian ketahui kalau Lawang Sewu memiliki 928 pintu dan jendela. Jumlah yang wajar dimiliki oleh gedung perkantoran pada saat itu karena belum memakai pendingin ruangan.

Lawang atau pintu


it's Me! :D


kaca patri di gedung utama

Kaca patri ini bisa kalian lihat di gedung utama, letaknya ada di tengah-tengah tangga menuju ke ruang atas. Dari seluruh ruangan dan tempat yang ada di Lawang Sewu, saya paling suka tempat ini karena sinar matahari yang menembus kaca patri menghasilkan bayangan dan rona warna yang indah. Apalagi ruangan tersebut lumayan gelap dan tidak ada lampu penerangan sama sekali, hanya ada sinar matahari yang menerangi ruangan. Tempat ini juga menjadi tempat favorit bagi wisatawan untuk memotret.

Kaca patri tersebut menggambarkan tentang eksploitasi hasil alam Nusantara. Pada bagian tengah-atas terdapat simbol kota dagang di Nusantara, yaitu Batavia, Semarang, dan Surabaya. Juga terdapat gambar hewan dan tumbuhan yang melambangkan Nusantara sebagai negeri yang kaya.

Pada bagian tengah-bawah terdapat gambar Dewi Fortuna yang memakai baju merah dan di sebelahnya ada Dewi Sri, yaitu dewi padi dan dewi kesuburan. Mereka berdiri berhadap-hadapan.

Kaca patri tersebut menggambarkan, usaha Belanda dalam mengeksploitasi kekayaan alam Nusantara , untuk memperkaya Belanda dan keluarga kerajaannya dan kegiatan tersebut dilindungi oleh Dewi Fortuna. Lalu, pada gambar Dewi Sri, saya sendiri kurang paham mengapa ada beliau di kaca patri tersebut. Kalau menurut saya, Dewi Sri sebagai simbol dewi kesuburan diharapkan menyuburkan tanah Nusantara agar selalu bisa ditanami sehingga bisa dijual. Correct me if I’m wrong :D

Lalu, di bagian kanan kaca patri terdapat gambar ratu Belanda dan di bagian kiri terdapat simbol kota-kota dagang di Belanda, yaitu Rotterdam, Den Haag, dan Amsterdam.

Waktu saya berkunjung ke Lawang Sewu banyak ruangan yang ditutup karena sedang direnovasi. Salah satunya yang sedang direnovasi adalah ruang bawah tanah yang pada masa penjajahan Jepang beralih fungsi menjadi penjara bawah tanah. 

Hal yang saya dapatkan ketika mengunjungi Lawang Sewu adalah, bahwa Belanda datang ke Indonesia memberikan kita pelajaran berharga, khususnya pada tata kota dan bangunan. Posisi Semarang yang berada di dekat laut, membuat suhu udara di sana panas dan hal itulah yang membuat Belanda membuat ruang bawah tanah. Ruang bawah tanah tersebut berfungsi sebagai saluran air atau drainase dan fungsi lainnya adalah supaya bangunan di atasnya tetap sejuk. Yup, Belanda memperhatikan lingkungan di sekelilingnya ketika akan membangun Lawang Sewu. Sama halnya seperti pencuri, mereka pasti memiliki sisi baik di dalam dirinya, begitu pula dengan Belanda. 


Lawang Sewu buka mulai pukul 07.00 - 21.00 WIB dan untuk harga tiketnya bervariasi, yaitu untuk dewasa merogoh kocek Rp10.000,-, anak-anak Rp5.000,-, dan untuk pelajar dikenakan biaya Rp5.000,-. 

Lawang Sewu sangat mudah dijangkau karena lokasinya yang berada di pusat kota sehingga mudah menemukan transportasi umum yang menuju Lawang Sewu, atau bila ingin praktis dapat menggunakan ojek online.

So, jangan lupa berkunjung ke Lawang Sewu bila sedang berlibur di Semarang. This place is worth to visit! :D


See you on my next experiences! :D
by Bilqis (Feature)

Jumat, 08 Desember 2017

Tamansari, The Exotic Water Castle.

Desember 08, 2017
Halo! Untuk mengawali blog ini, saya menuliskan pengalaman saya ketika mengunjungi Tamansari :D

kolam pemandian

Berkat kekuatan sosial media, khususnya Instagram, membuat banyak wisatawan tertarik untuk berkunjung ke Tamansari. Keunikan arsitektur bangunan yang mempunyai ciri khas dan tempatnya yang instagramable, membuat Tamansari menjadi salah satu atraksi favorit wisatawan ketika berlibur ke Yogyakarta. 
Tamansari merupakan salah satu bangunan bersejarah milik Keraton Yogyakarta, yang memiliki arti “taman yang indah”. Pendirinya adalah Sultan Hamengku Buwana I pada tahun 1758. Tamansari dibangun sebagai lambang kejayaan Raja Mataram dan sebagai tempat untuk berekreasi serta kolam pemandian atau disebut pula sebagai pesanggrahan untuk Sultan Yogyakarta dan Keluarganya. Bahkan, sultan sekalipun butuh rekreasi untuk menyegarkan pikiran agar bisa mengurus negaranya dengan baik. Apalagi dengan saya yang hanya butiran debu ini, tentunya butuh asupan piknik yang mencukupi agar bisa menjalani perkuliahan dengan lancar :p

Bagian pertama yang saya lihat setelah berjalan memasuki Tamansari adalah Pasiraman Umbul Binangun atau kolam pemandian. Di area ini terdapat tiga kolam, dua kolam berada di luar dan satu kolam lagi berada di dalam bangunan yang khusus untuk raja. Kolam pemandian ini sangat indah, warna airnya hijau kebiruan dan terlihat sangat segar. 


berdasarkan informasi yang saya dapat dari pemandu resmi, kolam pemandian ini untuk para selir raja.



 tepat di seberang kolam pemandian untuk para selir, terdapat kolam pemandian untuk para permaisuri dan putra-putri raja



kolam pemandian khusus untuk raja

Kolam pemandian untuk raja berada di tempat yang terpisah tetapi masih dalam satu kompleks. Untuk melihatnya kita harus masuk ke dalam bangunan yang persis berada di dekat kolam pemandian untuk para selir.

Selain ada kolam pemandian juga ada kamar sauna dan kamar untuk berganti pakaian. 


kamar sauna



tempat untuk sauna

I was amazed ketika pemandu wisata menjelaskan bahwa ada kamar untuk sauna di sini. Indonesia khususnya kebudayaan Jawa juga tidak kalah hebat dengan kebudayaan yang dimiliki oleh negara-negara lain, dimana mereka sudah mengenal produk kebugaran tubuh seperti sauna. Persis di bawah tempat tidur ada lubang yang pada zaman dahulu lubang tersebut diisi dengan api dan raja berbaring di atasnya. Bukan api yang besar, ya!


 kamar ganti



 kamar ganti

Ada hal unik yang saya dapatkan waktu berkunjung ke sini, yaitu cermin air. Dahulu ketika cermin belum ada, para selir atau permaisuri yang ingin berhias akan bercemin melalui air yang diisi di pot besar. Kamar tersebut memiliki dua jendela yang ada di sisi kanan dan kirinya. Jadi, sinar matahari dapat memasuki kamar tersebut dan air yang berada di dalam pot dapat memantulkan bayangan.


cermin air 

Keluar dari kompleks pemandian, saya berjalan mengikuti petunjuk dan sampailah saya di Gedong Gapura Hageng.


 Gedong Gapura Hageng



Gedong Gapura Hageng

Gapura ini sebenarnya adalah pintu gerbang utama Tamansari pada zaman dahulu. Jadi, pintu masuk wisatawan saat ini adalah pintu keluar pada zaman dahulu. Arsitektur bangunannya sangatlah indah! 



pintu masuk wisatawan Tamansari saat ini

Setelah itu, pemandu wisata mengajak saya untuk mengunjungi Sumur Gumuling, tempat yang menjadi favorit wisatawan untuk mengambil gambar setelah komplek kolam. Untuk menuju ke sana, saya harus melewati perkampungan padat penduduk. To be honest, saya bingung kenapa tempatnya terpisah dan harus melewati rumah-rumah penduduk. Ternyata, pada zaman dahulu rumah-rumah penduduk ini adalah sebuah danau buatan yang di sekitarnya ditanami dengan Pohon Kenanga. That's why, Tamansari disebut juga sebagai Istana Air karena bentuknya pada saat itu seperti sebuah pulau. 


 jalan menuju Sumur Gumuling

Ketika berjalan saya langsung membayangkan bahwa komplek ini masih berupa danau buatan sambil mengayuh sampan. It must be very beautiful!



status situs Sumur Gumuling



danau buatan yang kini sudah menjadi rumah penduduk

Setelah berjalan lumayan jauh, akhirnya saya sampai di Sumur Gumuling! 


Sumur Gumuling


Sumur Gumuling dilihat dari atas

Sumur Gumuling pada zamannya digunakan sebagai tempat ibadah, bangunan berbentuk lingkaran ini terdiri dari dua lantai dan terdapat tempat semacam mihrab atau tempat untuk pengimaman salat. Ada lima tangga yang terdapat di Sumur Gumuling yang melambangkan rukun Islam. Di bawah tangga terdapat kolam yang berfungsi sebagai tempat untuk berwudu. 


ruang untuk salat

Ruangan ini pada zamannya digunakan untuk salat berjamaah dan dapat diisi hingga empat saf salat. 



mihrab atau tempat pengimaman untuk salat

Kesimpulan dari jalan-jalan saya ke Tamansari adalah ini tempat yang benar-benar megah dan canggih. Kenapa canggih? Karena pada saat itu, mereka sudah bisa membuat danau buatan dan jalan bawah tanah yang di atasnya terdapat air danau tersebut. Selain itu, terdapat jalan tembus menuju keraton yang saat ini jalannya sudah ditutup. 

Fungsi Tamansari sendiri sebenarnya bukan hanya tempat untuk berekreasi raja dan keluarganya, tempat ini juga sebagai tempat pertahanan dan perlindungan. Hal tersebut ditandai dengan adaya benteng keliling yang tinggi, adanya baluwer (bastion) untuk menempatkan persenjataan, gapura yang dilengkapi dengan beberapa tempat penjagaan para prajurit dan abdi dalem, dan adanya jalan bawah tanah yang dapat menghubungkan dari Tamansari ke tempat lain. 

Tamansari lokasinya dekat dengan Keraton Yogyakarta, sehingga untuk sampai ke sana bisa menggunakan transportasi publik Transjogja kemudian disambung dengan menaiki ojek online. Bila sebelumnya  kita berkunjung ke Keraton Yogyakarta, kita  dapat menaiki becak yang berada di sekitar keraton. 

Jam buka Tamansari adalah pukul 09.00 - 14.00 WIB. Harga tiketnya Rp5.000,- dan tambahan Rp2.000,- bila membawa kamera.

So, kalo lagi berlibur ke Yogyakarta jangan lupa mengunjungi tempat bersejarah Tamansari, ya! The place is very worth to visit!


See you on my next experiences! :D

by Bilqis (Feature)